Selasa, 13 April 2021

Kultur Sekolah

Bismillahirahmanirohim

"Kultur Sekolah"

     Kultur berasal dari kata culture/budaya yang berarti pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang dan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Sedangkan Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang mana di dalamnya terdapat proses belajar, tempat menerima dan memberi ilmu pengetahuan serta tempat pembentukan karakter. Sebagaimana pendapat Johansson, Brorwnlee, Cobb-Moore, Boulton-Lewis dan Aildwood (2011, hal. 109) yang dikutip oleh (Sobri, 2019) bahwa sekolah merupakan lembaga yang digunakan sebagai lembaga untuk mempersiapkan siswa di kehidupan yang akan datang (masa depan), baik secara akademis maupun secara agen moral dalam masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kultur Sekolah atau Budaya Sekolah merupakan bentuk kumpulan norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, adat istiadat, yang tumbuh dan berkembang di sekolah sekaligus memberikan identitas yang berbeda dari sekolah lainnya. 

     Kultur sekolah bisa mempengaruhi cara orang berpikir, merasa dan melakukan sesuatu. Oleh karena itu, Kultur Sekolah dapat menentukan pencapaian prestasi akademik maupun non-akademik serta sebagai proses pembelajaran bagi siswa dalam menciptakan sekolah yang berkualitas (Ariefa, 2013). Kultur sekolah juga digunakan untuk menyelesaikan kesulitan dan masalah yang sedang dihadapi sekolah dalam menciptakan generasi yang cerdas dan berkarakter yang baik. Bukan hanya itu saja, Kultur sekolah juga dipergunakan untuk menghadapi problem dalam beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga nilai dan pendapat tersebut dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar memiliki pandangan tentang bagaimana seharusnya, berpikir, merasakan, dan bertingkah laku dalam menghadapi berbagai situasi dan lingkungan yang ada (Nursaptini, 2019).

     Kultur sekolah memiliki peran membentuk pola kultural dalam praktik kehidupan di sekolah. Kultur sekolah merupakan faktor kunci yang menentukan pencapaian prestasi akademik maupun non akademik, dan terlaksananya proses pembelajaran siswa. Kultur sekolah ini meliputi faktor material dan non-material. Faktanya menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan seringkali justru terletak pada faktor yang tidak terlihat. Karenanya, menekankan perbaikan pendidikan di sekolah pada proses restrukturisasi semata, tidak cukup . Namun demikian, restrukturisasi yang bersifat struktural dan rekonstruksi yang bersifat kultural dapat dilakukan secara seimbang.

     Dalam mengembangkan kultur sekolah, terdapat berbagai alternatif yang dapat disesuaikan dengan visi-misi dan kondisi sekolah, serta data diri siswa dalam berbagai kecerdasan. Sebagai sub-kultur, setiap sekolah dapat mengembangkan kultur sekolah yang khas sesuai dengan potensi yang dimiliki, yang bisa menjadi identitas kultur masyakarat yang lebih luas. Dengan adanya variasi tersebut, setiap sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk membanggakan kelebihan sekolah masing-masing yang unik. Dan semua ini tergantung peranan pimpinan sekolah  dalam menggerakkan dan mengkomunikasikan visi-misi sekolah kepada seluruh warga sekolah.

     Dapat diketahui, bahwasanya sekolah itu merupakan suatu sistem yang memiliki tiga aspek pokok yang berkaitan dengan mutu sekolah yakni: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah serta pembentukan karakter. Dengan berjalannya waktu dalam proses belajar mengajar pasti akan mengalami perubahan yang mana hal ini juga akan menyebabkan ilmu pengetahuan berkembang sangat cepat. Oleh karenanya, semua unsur dalam sekolah harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya masing-masing. Semua unsur sekolah harus senantiasa memperbaharui ilmu pengetahuannya dan harus mengembangkan kultur yang mendukung semangat belajar, disiplin, jujur, mandiri, kreatif dan inovatif.

     Kultur sekolah memiliki peranan dalam menghasilkan produktivitas kerja yang baik pada setiap individu dan unit kerja sekolah. Kultur sekolah dalam suatu lingkungan pendidikan sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan Kepala Sekolah. Contohnya, kepuasan dan ketidakpuasan bawahan dalam bekerja yang berhubungan dengan pola kepemimpinan. Dilaporkan oleh Farrow, Valensi, dan Basa (dalam Mahtja, 1991) dalam jurnal (Roemintoyo, 2013) yang menyatakan bahwa keberadaan Kepala Sekolah dengan pola perilaku serta modal kepemimpinannya sangat mempengaruhi kultur sekolah yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. Oleh karenanya, sekolah sebagai suatu institusi pendidikan perlu membangun hubungan yang kompak antar warga sekolah dengan cara yang positif untuk memperbaiki kualitas sekolah yang bersangkutan.

     Kebudayaan Sekolah ini adalah bagian dari kebudayaan masyarakat luas, namun mempunyai ciri khas yang unik sebagai sub-kebudayaan atau sub-culture (Nasution, 1999). Contohnya, dari segi pakaian, bahasa yang digunakan, kebiasaan yang dilakukan, kegiatan-kegiatan serta ritual atau upacara yang dilakukan.

     Faktor yang membentuk kultur sekolah ini dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah itu sendiri, serta interaksi dengan warga sekolah seperti kepala sekolah, guru, administrasi sekolah, tata usaha, antar individu sendiri bahkan materi pelajaran. Hal ini menyebabkan nilai, moral, sikap, dan perilaku siswa dapat tumbuh dan berkembang di sekolah.

Kultur sekolah memiliki unsur-unsur seperti:

1. Nilai-nilai moral, sistem peraturan, dan lingkungan sekolah

2. Warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, administrasi, tata usaha dan lain-lain)

3. Kurikulum sekolah

4. Letak, sarana dan prasarana sekolah.

Aspek-aspek kultur sekolah yang berpengaruh terhadap fungsi sekolah:

1. Visi dan nilai

Hal ini digunakan untuk menciptakan norma-norma yang positif dan nilai-nilai yang dipegang teguh untuk menambah semangat untuk memperbaiki sekolah. Sebagaimana Kouzes dan Posner (Locke, et.al. 1991) mendefinisikan visi sebagai berikut: “Vision as an ideal and unique image of the future”. Sedangkan Hickman & Silva mendeskripsikannya sebagai “A mental journey from the known to the unknown, creating the future from a montage of current facts, hopes, dreams, dangers, and opportunities”.

 Kutipan tersebut menjelaskan bahwa, visi merupakan citra ideal dan unik tentang masa depan atau pengenalan masa depan terhadap kondisi ideal yang dicita-citakan. Nilai, secara sosiologis atau antropologis, dapat didefinisikan sebagai berikut: “A value is a conception, explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristic of a group, of a desirable which influence the selection from available modes, means, and ends of action”(Kluckhohn dalam Enz, 1986).

Oleh karena itu, nilai bukan hanya sekedar sebuah preferensi, melainkan merupakan kumpulan dari pemikiran, perasaan, dan preferensi. Menurut Parsons & Shils (Enz, 1986), komponen nilai meliputi: kognitif, emosional, dan evaluatif.

2. Upacara dan Perayaan

Upacara, tradisi, dan perayaan sekolah bermanfaat dalam membangun jaringan informal yang relevan dengan budaya. Hal ini digunakan untuk membangun hubungan baik antara warga sekolah dengan budayanya.

3. Sejarah dan cerita

Hal ini bertujuan untuk membangkitkan dan menumbuhkan semangat dalam berbudaya. Sejarah pada setiap budaya sekolah merupakan aliran sejarah dan peristiwa masa lalu yang ikut membentuk budaya yang berkembang pada masa kini. Dengan kata lain, sejarah masa lalu dapat membangkitkan semangat untuk mewujudkan kejayaan masa depan.

4. Arsitektur dan artefak

Dalam hal ini biasanya disebut sarana dan prasarana sekolah yaitu arsitektur, motto, kata-kata mutiara dan tindakan yang di mana hal ini sangat efektif dalam menumbuhkan nilai dan semangat sekolah. Contohnya, poster, majalah dinding (Mading), spanduk, logo dan lain-lain.

Kultur sekolah memiliki beberapa implikasi terhadap upaya perbaikan sekolah, seperti dikemukakan Deal & Peterson (2011) dalam jurnal (Ariefa, 2013). Namun demikian, dalam pelaksanaannya kultur sekolah seringkali justru terlewatkan dalam upaya perbaikan sekolah antara lain:

1. Culture fosters school effectiveness and productivity (Budaya mendorong terwujudnya fektivitas dan produktivitas sekolah). Yaitu guru dapat berhasil dalam memfokuskan budaya pada produktivitas, kinerja, dan upaya perbaikan.

2. Culture improves collegial and collaborative activities that fosters better communication and problem solving practices (Budaya meningkatkan kegiatan kolegial dan kolaboratif yang mendorong perbaikan komunikasi dan praktik pemecahan masalah). Yaitu di sekolah, budaya sangat menghargai kolegialitas dan kolaborasi.

3. Culture fosters successful change and improvement efforts (Budaya mendorong upaya keberhasilan perubahan dan perbaikan).

4. Culture builds commitment and identification of staffs, students, and administrators (Budaya membangun komitmen dan identifikasi dari para sttaf, siswa dan tenaga administrasi). Orang-orang termotivasi dan merasa berkomitmen pada suatu organisasi yang memiliki makna, nilai-nilai, sebuah tujuan yang baik.

5. Culture amplifies the energy, motivation, and vtality of a school staff, students, and community (Budaya menguatkan energi, motivasi, dan vitalitas dari staf sekolah, siswa, dan komunitas/masyarakat). Iklim sosial budaya berpengaruh terhadap orientasi emosional dan psikologis para staf.

6. Culture increases the focus of daily behavior and attention on what is important and valued (Budaya meningkatkan fokus pada perilaku keseharian dan perhatian pada apa yang penting dan bernilai/berharga).

Mermacam-macam kultur sekolah yang dapat dikembangkan yaitu:

1. Prestasi akademik

Yang di dalamnya terkait dengan mata pelajaran pokok yang dipelajari di sekolah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

2. Prestasi Non-akademik

Yang di dalamnya terkait prestasi berdasarkan minat dan bakat seperti, olahraga, seni, keterampilan dan lain-lain. Dengan adanya prestasi non-akademik siswa memiliki keleluasaan untuk berpartisipasi, berkreasi, berpikir secara kritis, berperilaku kemanusiaan. Selama ini kebanyakan sekolah hanya menganggap penting prestasi akademik siswa sehingga kecerdasan majemuk siswa yang bervariasi seringkali terabaikan. Padahal dalam realitasnya, kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh prestasi akademik yang telah dimiliki, melainkan juga disebabkan oleh prestasi non-akademiknya.

3. Karakter

Yang di dalamnya menggambarkan pendidikan untuk pembangunan karakter pada dasarnya mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong, dan memudahkan seseorang mengembangkan kebiasaan yang baik atau karakter positif seperti nilai religius, nilai demokrasi, kedisiplinan, kejujuran, ramah, anti kekerasan, toleransi, keterbukaan, kebijaksanaan, kemanfaatan, tolong menolong, kasih sayang, keberanian dan lain-lain.

4. Kelestarian lingkungan hidup

Yang di dalamnya terdapat upaya untuk menjaga dan menciptakan kelestarian lingkungan hidup seperti membuat “Sekolah Hijau” atau “Green School”. Untuk mewujudkannya, memerlukan komitmen bersama seluruh warga sekolah dalam pengembangan kultur sekolah yang ramah lingkungan.

     Itulah beberapa contoh kultur sekolah yang dapat dikembangkan oleh tiap-tiap sekolah. Dan masih banyak lagi alternatif lain yang sesuai dengan karakteristik dan kreativitas masing-masing sekolah. Program sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan dan mengembangkan kultur sekolah dapat bervariasi karena tidak ada model tunggal. Setiap sekolah memiliki tujuan umum pendidikan yang relatif (universal), namun sebagai sub-kultur, setiap sekolah dapat mengembangkan kultur sekolah yang khas (unik) sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh institusi sekolah. Sub-kultur tersebut biasanya identik dengan kultur di masyarakat yang lebih luas. Dengan adanya variasi tersebut, setiap sekolah memiliki peluang untuk menjadi sekolah unggul, dengan keunggulan masing-masing yang khas. Setiap sekolah bahkan dapat saling mengisi secara kolaboratif, bukannya bersaing secara kompetitif. Semuanya kembali kepada bagaimana dan kemana pimpinan sekolah akan membawa dan mengarahkan sekolahnya. Karena pimpinan sekolah memiliki peran besar dalam membagikan nilai (shared values) dan mengkomunikasikan visi-misi sekolah kepada seluruh warga sekolah.

Daftar Pustaka

Efianingrum Ariefa. 2013. Kultur sekolah. Jurnal pemikiran sosiologi Vol. 2 No.1 hal 20-29

Roemintoyo. 2013. Manajemen kultur sekolah (Konsep, operasional, dan temuan-temuan penelitian). Jurnal IPTEK Vol. Vl No.2. hal 131-133

Sobri Muhammad. dkk. 2019. Pembentukan karakter disiplin siswa melalui kultur sekolah. Jurnal pendidikan IPS. Vol. 6 No. 1


Tidak ada komentar:

Posting Komentar