Senin, 23 September 2019

Ketidaktahuan ku

Bissmillahirahmanirohim
Assalamualaikum Wr. Wb
     Pagi yang cerah saya bersama adik sepupu saya sedang joging di sepanjang jalan gang di rumah nenek saya. Kami begitu menikmati keindahan alam semesta, suasana yang begitu damai , dan disaat matahari mulai terbit menyapa hari . Sebuah aktivitas yang jarang sekali saya lakukan saat di kota ini , berhubung waktu yang begitu singkat dan kegiatan kuliah yang begitu padat. Menyelusuri setiap jalan di gang mendapati sebuah pengalaman yang menyenangkan, bisa bersosialisasi dengan orang di sekitar merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri yang saya dapatkan saat joging kali ini.
      Saya tak menyangka begitu beragam masyarakat yang tinggal di gang sekitaran rumah nenek saya, ada yang bersuku Melayu, Madura, dan yang paling banyak bersuku Jawa. Ketika mereka melihat saya , mereka bertanya--tanya tentang kehadiran saya di kehidupan baru mereka. Ya ..... Sepertinya pagi ini saya menjadi artis sehari sekaligus narasumber yang harus menjawab semua pertanyaan tetangga..... ๐Ÿ˜…beragam bahasa yang mereka lontarkan hingga terjadilah kontak komunikasi diantara kami. Mereka melontarkan gaya bahasa mereka sendiri baik itu Jawa, Madura ,maupun Melayu.
      Ya, disini saya ingin menceritakan pengalaman singkat dari ketidaktahuan saya dalam menerjemahkan bahasa yang tetangga gunakan untuk bertanya kepada saya. Ketika tetangga Melayu bertanya saya tinggal dimana , saya menjawab " tinggal di rumah nenek Mursiyem" itu adalah nenek saya, ketika tetangga Madura bertanya menggunakan bahasa Pontianak degan logat Madura,  kamu kapan datang Wulan ke Pontianak ? Kok baru sekarang lihat kamu disini..... Saya menjawab dengan lantang , ' saya datang dua Minggu yang lalu bude' cuma baru sekarang keluar rumah. Dan yang terakhir saya di tanya oleh tetangga yang bersuku Jawa, Wulan anake sapa ?
Setelah saya ditanya seperti itu, saya hanya bisa diam, dan tidak tahu maksud pertanyaannya apa. Lalu adik sepupu saya menjawab dengan kata " ini anake sariman bude ". Terus bude bertaya lagi ' anake pire ' ??? Saya hanya bisa memperhatikan adik sepupu dan tetangga itu berbicara tanpa tahu masalah apa yang mereka bicarakan ๐Ÿ˜‚ sungguh menyedihkan bukan .......
Ya bisa dibilang begitu, terus adik sepupu bilang ke tetangga itu , bahwa saya tidak menjawab pertanyaan nya karena saya tidak mengerti bahasa Jawa. Bude itu heran dengan saya, karena saya keturunan Jawa tetapi tidak bisa berbahasa Jawa. Saya hanya senyum tersipu-sipu.
      Semua itu adalah suatu pembelajaran untuk saya belajar lebih, tentang bahasa yang beranekaragam di Indonesia ini. Saya juga pernah mengalami hal yang sama dengan itu, ketika nenek saya menyuruh saya ke warung untuk membeli tempe. Saya pun bertanya kepada nenek " nek beli tempe nya berapa banyak "??? Nenek pun menjawab ' mangngeu ' Wulan. Saya tidak paham dengan maksud nenek saya , sehingga saya Bertanya berulang - ulang ke nenek, namun jawabannya tetap sama. Hingga nenek kesal dan meninggalkan saya untuk membeli tempe itu sendiri ๐Ÿ˜” kemudian untuk memastikan pernyataan nenek tadi, saya bertanya kepada adik sepupu saya dan ternyata mangngeu itu berarti lima ribu rupiah. Sungguh itu kisah yang membuat saya tertawa-tawa bila mengingat nya, karena saya berpikir mangngeu itu hanya gurauan nenek semata yang mengucapkan kata yang tidak jelas. Dari situlah saya mendapat banyak pelajaran bahwasanya beragam bahasa itu memiliki beranekaragam makna . Dan saya tidak boleh menarik kesimpulan bahwasanya bahasa yang  tidak pernah saya dengar itu merupakan bahasa yang tidak memiliki arti dan maksud .
      Sekian cerita singkat saya kali ini , semoga yang membaca bisa mengambil pelajaran dari cerita saya .
Wassalam Wr. Wb.

                   ๐Ÿ  Thanks for attention ๐Ÿ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar